Oleh : Annisa Azka Abiyyah
Bismillaah…
Mengajak untuk menanti jodoh dengan sabar
Karena ku tahu, agamaku hanya akan sempurna bersamamu…
Tapi, masih tetap sempurnahkah agamaku, jika tak ada lagi ketaqwaan disana?
Cinta, siapa di dunia ini yang tak pernah merasakannya?
Kami pernah…
Kami yakin dia juga pernah…
Kau juga pernah…
Merekapun juga pernah…
:: Inilah Cinta ::
Begitu  banyak defenisi tentang cinta. Tidak ingin mengajarimu  tentang  pengertian cinta. Terserah, seperti apa ingin kau defenisikan  cinta.Karena, kami sendiripun  tidak dapat mendefenisikannya, hanya  dapat merasakan…
Ketika kami dapati sepasang suami istri, pada  pusat pembelanjaan.  Membawa tiga orang anak-anaknya yang begitu lucu.  Senang dengan cara  orang tuanya yang menutup tubuh anak-anaknya  dengan  pakaian yang  begitu syar’i. Kagum. Kamipun ingin cinta seperti itu…
Atau  ketika mendengar cerita tentang kegigihan sepasang suami istri  dalam  mempertahankan cinta murninya yang berlandaskan kecintaan pada  Allah,  keimanan yang begitu besar. Maka kami juga ingin cinta seperti  itu…
Kami ingin, dan selalu ingin. Bahkan mungkin tak perlu kau tanya lagi seberapa besar keinginan kami…
Kami mengakui kami ini lemah. Sebesar apa kekuatan kami tanpa seorang imam?
Ketika  dunia kadang memojokkan kami, dengan segala alasan menentang  keberadaan  kami. Mencari-cari alasan apa saja yang bisa. Sebentang kain  yang kami  pakai karena mematuhi perintah Allah, bisa dijadikan lelucon  bagi  mereka. Belum lagi, masalah sepele kaos kaki hitam ini, itu pun  bisa  dijadikan lelocon mereka. Kadang dengan hal sepele ini saja,  datang  rasa rindu kami pada seorang imam…
Menanti lagi dengan penuh harap. Kapan dia datang.
:: Keterpojokan Itu Mulai Datang ::
Ketika  dalam suatu acara keluarga, mereka para sepupu yang datang  dan  mengenalkan “kekasihnya” pada keluarga. Ternyata malah kami yang  banyak  mendapat pertanyaan, “kapan mau mengenalkan  kekasihmu pada   keluarga?”
Atau ketika dalam suatu acara keluarga lagi.  Ada kesenjangan cinta  antara dua orang tadi. Kamipun dijadikan tempat  argumentasi mereka  lagi, ”makanya kenali dulu sifatnya benar-benar  sebelum menikah, biar  tidak menyesal nantinya”
Apakah bagi mereka waktu selama itu tidak cukup untuk saling mengenal? Bertahun- tahun. Tapi tidak mendapatkan hasil.
Pernah  juga kami dapati seseorang berkata seperti ini pada kami,  “jangan  banyak memilih, nanti malah tidak ada yang jadi sama sekali”.
Benarkah argumentasi seperti itu?
Kami ingin membantahnya. Bukankah nasehat itu sudah jelas?
Kita hanya dilarang menolak seseorang yang datang dengan keimanan.
:: Tapi Kadang Harapan Itupun Juga Berguguran ::
Suatu  kisah yang begitu menyayat hati. Ketika pada suatu saat kami  dapati  seorang istri yang begitu serius menceritakan aib suaminya pada  wanita-wanita lain. Bahkan menjadikannya sebagai suatu  gurauan yang  perlu dijadikan tertawaan yang begitu lucu. Astaghfirullah  begitu miris  melihatnya. Menjatuhkan derajat suami sendiri dihadapan  orang lain.  Entah apa yang ada dipikirannya.
Atau ketika kami melihat seorang istri yang sedang memarahi suaminya.
Astaghfirullah, suaranya begitu lantang. Memecahkan kesunyian.  Memarahi suami  tanpa ada rasa hormat sama sekali. Bahkan tega ketika  semua orang harus  mengetahui kesalahan suaminya itu. Dengan kata-kata  yang kasar pula,  padahal sang suami hanya diam saja.
Ada pula sepasang  suami istri yang berantem tanpa memperdulikan  tetangga-tetangganya.  Teriak sana teriak sini, melontarkan kata-kata  yang tak semestinya,  bukan melontarkan kata-kata orang yang sedang  jatuh cinta.
Allahul Musta’an…
Inikah pernikahan?
Inikah yang kau nanti-nanti itu?
Kenapa cinta yang awalnya begitu manis, menjadi pahit seperti itu?
Ukhti…,  disinilah saatnya kita memahami. Mungkin inilah  alasan mengapa Allah  sampai saat ini belum mempertemukan engkau dengan  seseorang yang kau  nanti.
Allah menginginkan engkau menjadi wanita yang paling sholehah di kehidupan suamimu kelak.
Allah memberikan waktu kepadamu sebelum kau menemukan jodohmu untuk mempelajari hak dan kewajiban yang mesti kau pahami.
Lalu, bukankah ini semua nikmat..?
Mari  belajar dari Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwalid.  Belajar  dari ketaatannya pada suami. Belajar  tentang bagaimana seorang istri  mulia yang begitu percaya pada suaminya.  Belajar dari sikap lemah  lembutnya, sehingga sang suamipun bisa tenang  berada di dekatnya.
Belajar pula pada Fatimah binti Muhammad. Dia rela  hidup dalam  kefakiran untuk mengecap manisnya iman bersama ayah dan  suaminya  tercinta.  Dia korbankan segala apa yang dimilikinya demi  membantu  menegakkan agama suaminya. Wanita yang penyabar, taat beragama,  baik  perangainya, cepat merasa puas dan selalu  bersyukur pada apa yang   dimiliknya.
Atau Maryam binti Imran. Merupakan lambang wanita yang menjaga  kehormatnan dirinya dan  taat beribadah kepada Rabbnya. Beliau rela  mengorbankan masa remajanya  untuk bermunajat mendekatkan diri kepada  Allah, sehingga Allah  memberinya hadiah istimewa seorang Nabi dari  rahimnya tanpa bapak.
Lalu pada Asiyah binti Muzahim. Betapa besar pun kecintaan dan  kepatuhannya pada suami,ternyata  dihatinya masih tersedia tempat tinggi  yang dia isi dengan cinta  sepenuh pada Allah dan Rasul-Nya.  Syurga  menjadi tujuan akhirnya.
Atau pada wanita-wanita mulia lainnya.
Semua  ini bukan hanya nasehat bagi wanita-wanita yang belum  mengetahui  tentang ilmu berumah tangga. Karena kadang, wanita yang  sudah pahampun,  masih suka melakukan sifat “kufur” pada suami.
“Saya  melihat kebanyakan penghuni neraka adalah kaum wanita.” Para  sahabat  bertanya, “Mengapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Mereka   mengingkari keluarga dan kebaikan-kebaikan suami. Jika sekiranya engkau   berbuat baik kepadanya, lalu ia melihat sedikit kekurangan darimu,  maka  ia berkata: ‘Saya tidak melihat suatu kebaikan darimu sama  sekali’.” (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)
Wahai saudariku, pahamilah apalagi yang kau cari…
“Jika  seorang wanita menjaga shalat lima waktu, berpuasa pada  bulannya,  menjaga kehormatannya dan menaati suaminya, niscaya dia masuk  surga dari  pintu mana saja yang dia inginkan.”(HR. Ahmad)
Kami  berharap, kita sama-sama dapat mengintropeksi diri.  Menanti dengan sabar  seseorang yang begitu baik agamanya dengan cara  memperbaiki agama kita  terlebih dahulu. Sibukkan diri dengan menuntut  ilmu.
Maka, sampai saatnya kita menutup mata nanti , menutup mata dengan keridhaan suami pada kita.
Apalagi yang kita cari?
 Bahkan surgapun menunggu kita untuk menjadi bidadari di dalamnya
Taken From THIS SITE 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar