Sepertinya  pena kami tak akan jemu menulis hal-hal yang berkaitan  dengan kaum  kalian, wahai wanita. Kami harap kalian pun tak akan jemu  menelusuri  kalimat-kalimat kami. Dengan apa yang akan kami bicarakan,  kami tak  berharap agar kalian menjadi sosok yang sempurna. Tetapi,  dengan  anugerah Allah yang ada pada kalian, kami begitu ingin agar  kalian  mendekati kesempurnaan itu.
>>Malam Itu
Pernah  suatu malam, kami menghadiri acara makan malam sebuah  keluarga. Makanan  istimewa tengah terhidang di meja makan. Ini adalah  suasana penuh  kehangatan dan canda.
Tiba-tiba seorang wanita berteriak  memarahi seorang  laki-laki yang merupakan suaminya. Suara wanita itu  bernada tinggi dan  lebih tepatnya disebut sebagai bentakan. Hanya  karena  kekeliruan yang  amat sepele, wanita itu mempermalukan dan  mencaci suaminya  habis-habisan.
Begitu kasihan sang suami.  Di hadapan kami sebagai tamu, ia mendapat “menu istimewa”.  Bukan panah  asmara yang tertancap lembut di hatinya tetapi sebuah  tusukan jarum  panas, tajam nan pedas. Oleh sang istri, bukan sekali  atau dua kali ia  dipermalukan tapi begitu sering.
Walaupun episode  pernikahan kami belum menapaki jenjang pernikahan,  kami bisa merasakan  sakitnya hati yang tersayat lisan-lisan berduri  tajam seperti itu. Ah,  bagitu sedih terasa.
Inikah yang dinamakan kesetiaan cinta seorang istri?
Inikah yang dinamakan ketaatan kepada suami?
Dimanakah dawai-dawai cinta yang terdengar syahdu di awal-awal pernikahan itu?
Wahai wanita, kenapa lisan-lisan kalian kerap kali menjelma menjadi silet tajam yang mengiris dan mencabik hati?
Wanita manakah yang kalian teladani dalam adegan seperti ini?
Apakah  kalian meneladani Khadijah bintu Khuwailid? Oh tidak, tidak.  Khadijah  tidaklah seperti itu. Dia adalah wanita teladan sepanjang masa  yang  mencontohkan ketaatan yang luar biasa apiknya. Dia adalah wanita  yang  menjadi sandaran hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan  bukan  wanita yang menyayatkan hati.
Apakah kalian meneladani  istri Ayyub ‘alaihissalam? Oh tidak, tidak.  Istri Ayyub ‘alaihissalam  tidaklah seperti itu. Seperti Ayyub  ‘alaihissalam, dia adalah salah satu  lambang wanita penyabar yang  begitu mengesankan hati, bukan  mengirisnya. Bertahun-tahun, ia menemani  Ayyub ‘alaihissalam melewati  episode-episode penuh ujian.
>>Sinetron yang Tertuduh
Nampaknya  sinetron adalah salah satu tertuduh utama yang menjadikan  kalian  berlidah tajam. Artis-artis wanita yang melakoni sejuta dusta  kerapkali  “meneladankan” wanita-wanita yang bermulut kasar,  mencaci-maki suami  mereka sepuas-puasnya, terlebih di depan anak-anak.  Apa yang diharapkan  dari adegan buruk itu?
>>Dialah Pangeranmu
Lihatlah  lelaki yang merupakan suami kalian itu. Ia tak bisa  terlelap sebelum  kalian nyenyak di malam hari. Ia keluar rumah dengan  semangat untuk  melawan asa hidup. Ia mencari nafkah dan berterik  mentari di arena  kehidupan.
Dahulu, bukankah ia yang engkau damba menjadi pangeran di istana hatimu?
Dengan kejantanannya, bukankah ia yang datang melamarmu agar engkau terselamatkan dari zina?
Bukankah dia yang menyuapimu nasi dengan tangannya?
Bukankah dia yang mencumbumu dengan mesra nan penuh kasih?
Lantas kenapa mulut-mulut kalian begitu mudahnya menyemburkan lisan api yang membakar hatinya?
Kenapa lisan kalian begitu semena-menanya menancapkan busur-busur tajam yang mengetuk pintu air matanya?
>>Dengarlah Tangisannya
Tahukah  engkau wahai wanita, tangisan itu ada dan lelaki tetaplah  sosok  berperasa. Hanya saja, ia lebih berani untuk tidak membulirkan  air  matanya di hadapan kalian. Kerapkali tetesan bening itu tersembunyi  di  balik raut mukanya. Kerapkali, air mata itu tertumpah di sepertiga  malam  terakhir saat sujud di hadapan ar-rahman. Tak jarang pula air  matanya  menjelma menjadi keringat yang membasahi pakaiannya saat  berterik  mentari demi mencari rizki Allah. Itu semuanya demi  kebahagiaan kalian.
>>Retak-retak Rumah Tangga
Wahai  wanita yang kami muliakan. Begitu sering terdengar bahwa lidah  itu tak  bertulang. Begitu sering terbaca bahwa wanita tidak dibenarkan  menyakiti  hati suaminya. Lantas apa yang membuat kalian bicara dengan  begitu  kasarnya, ceplas-ceplos, seolah-olah kalianlah sang raja,  seolah-olah  kalianlah kepala rumah tangga?
Lihatlah di luar sana,  lisan-lisan kalian telah menghacurkan  biduk rumah tangga, melubangi  bahtera cinta hingga kandas tak sampai  tujuan. Betapa banyak kasus  perceraian di era modern ini yang  bermoduskan ketajaman lisan kalian.
>>Ungkapan dan Nasehat
Ukhti  yang kami muliakan, tidak ada teladan kalian yang lebih  mendekatkan  kalian ke surga Allah selain mereka yang mengadegankan  sejuta kebaikan.  Merekalah wanita-wanita yang telah dikisahkan  tinta-tinta sejarah. Temui  dan teladanilah mereka yang ada dalam kitab/buku-buku yang banyak  membicarakan tentang mereka. Dan kami pun sedang menyusun naskah buku  khusus kalian.
Ukhti, olehmu, biasakanlah berdzikir pagi  dan sore seperti apa yang  diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wasallam. Ada banyak manfaat.  Salah satunya agar kalian tak berlidah  tajam, membiasakan kalian agar  meluncurkan kata-kata yang terdengar apik  oleh telinga.
Tahanlah lisan kalian agar tak berduri  hingga menusuk siapapun yang  mendengarnya, terlebih di hadapan suami  kalian yang merupakan  jejak-jejak menuju surga.
Ukhtii…
Menutup  catatan ini, jujur kami akui, sebagai calon nahkoda  dalam bahtera  pernikahan, kami akan berpikir seratus kali untuk  mengajak wanita  berlidah tajam sebagai permaisuri hati. Kelak, kami tak  ingin bahtera  itu kandas dan tenggelam sebelum berlabuh syahdu di  surga. Kami tak  ingin mengambil resiko dengan menikahi wanita tipe ini.
Akankah anak-anak kami mewarisi lisan tajam ibunya? Tidak, tidak, karena “bersamamu, aku tak ingin terluka.”
***
Allahu a’lam wa subhanaka allahumma wa bihamdika asyhadu alla ila ha illa anta asytaghfiruka wa atuubu ilaika.
Abdullah Akiera Van As-samawiey
Selesai ditulis saat adzan-adzan berkumandang di Pulau Seribu Masjid. Sabtu, 19.55 WITA.
Mataram, 15 Rabiul Awwal 1432 H (19 February 2011 M).
Taken From THIS SITE 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar